Mengapa pilih myanmar sebagai destinasi yang dikunjungi ? jawabannya karena belum pernah.
Penasaran pengen tau seperti apa sih myanmar, negara yang baru membuka diri pada dunia
beberapa tahun belakangan, cambodia dan laos sudah mencuri hati saya dalam kunjungan beberapa
tahun lalu, vietnam masih ada yang kurang dari kunjungan singkat waktu itu sehingga perlu kembali
lagi lain waktu sekarang saatnya explore myanmar. Dengan pesawat airasia dari Denpasar,
transit di Kuala Lumpur kita mendarat di Yangon .
Perlu diketahui bahwa sekarang passport hijau kita bebas visa untuk mengunjungi myanmar
maksimal 14 hari, tapi untuk berjaga – jaga lebih baik siapkan bukti bahwa kalian bakal keluar
dari myanmar sebelum 14 hari, siapa tau pas mau cap imigrasi ditanya, meskipun waktu itu
kita tidak ditanya sama sekali.
Mata Uang : kyat, mereka juga sangat welcome sama USD .
Tapi saran saya sih kalian bawa USD dan ditukar secukupnya ke kyat saat mendarat di bandara
Yangon, ratenya bagus. How to get to the city of Yangon :Â Taxi dari bandara ke daerah kota
memakan waktu 45 menit ( kalau lancar ) yangon macet juga ternyata , harganya 8000 Kyat.
Sampainya di bandara sudah dipenuhi laki – laki bersarung seperti difoto atas, ternyata budaya disini
lelakinya memang menggunakan Longyi. Jadi memang jarang sekali melihat laki laki pakai celana.
Transportasi selama di Yangon :Â karena tidak ada sepeda motor di kota yangon , hanya polisi aja yang
pakai sepeda motor jadi kita ga bisa sewa motor untuk explore yangon dan bus nya juga susah, rada
ngebingungin ( seperti kopaja / metromini di jakarta ) turun naik bisa dimana aja ( ga selalu di halte),
jurusan entah kemana, kalau pun ada tulisan di bus pakai tulisan myanmar yang bulet bulet itu,
jadi sangat tidak disarankan, mending pakai taxi kemana – mana atau jalan kaki. Taxinya juga tidak
terlalu mahal, bisa nawar, tapi kebanyakan taxinya emang ga pake AC .
Untuk style wanitanya juga sama, mereka lebih nyaman sepertinya menggunkan pakaian tradisional.
Dalam perjalanan dari airport menuju kota saya perhatikan wanita wanita di yangon ini
badan nya kecil kecil semua kurus seperti korek api, jarang lihat yang berisi, laki – laki atau perempuan
kebanyakan juga menenteng rantang (mungkin untuk makan siang ditempat kerja). Menarik
dan ternyata baru saya sadari taxi yang saya tumpangi berjalan di arah kanan , kalau di Indonesia
kita bawa mobil kan dikiri jalan, nah yang lebih menarik lagi ada beberapa mobil yang setirnya di kiri.
Kita memang belum memiliki akomodasi setibanya disana sehingga supir taxi kita beri arahan untuk
drop kita di dekat Sule Pagoda, Dengan segala kosotoyan dan minimnya info kita pokoknya bakal
cari akomodasi sedapetnya, Lokasi kita di drop off sama supir taxi ternyata pusat kertas / percetakan.
Langsung kegirangan karena ngeliat sample sample undangan , letter timbul, paper bag dan packaging.
Muter kesana kemari nemu guest house yang harganya 30.000 kyat ga pake AC , kipaspun ga ada, wah
salah tempat kayaknya, sambil terus gerek koper kecil terus muter muterin daerah itu sampai akhirnya
nemu 30 Corner Boutique Hostel . Kurang ajar hostel yang bagus aja harganya lebih murah dari
guest house yang pertama kita datengin, jadi moral ceritanya adalah Jangan Menyerah.
Bangunan disekitar hostel, nemunya ga sengaja eh ternyata deket kemana mana.
Terutama Bogyoke Market, tinggal jalan kaki. Makanan pinggir jalanpun banyak.
Seperti nasi campurnya, harga mulai dari 1000 kyat . Makanan di restonya harga mulai dari 3000 kyat.
Karena hari hari pertama males belanja jadi sama sekali ga beli apa apa di Bogyoke Market.
Belakangan baru nyesel karena ternyata setelah ke mandalay dan bagan di bogyoke market yangon
ini paling banyak pilihan, bagus bagus dan lebih murah.
Bangunan bergaya colonial banyak dijumpai disekitaran sule pagoda.
Shwedagon Pagoda, wajib dikunjungi karena sangat sangat indah dan merupakan
salah satu pagoda yang paling besar dan sakral di myanmar. Harga tiket masuk 8000 kyat.
Kita diharuskan untuk melepas alas kaki (kaos kakipun harus lepas)
sedari kita memasuki kawasan pagoda. Karena ini merupakan kali pertama masuk ke pagoda
di Myanmar saya pun bingung karena dimintai uang sumbangan untuk plastik tempat sepatu
yang disediakan di pintu masuk pagoda, ternyata kalau kita ga pake plastik dan mau nenteng
sepatu kita juga ga masalah. Disarankan menyediakan kantong plastik untuk menaruh sepatu
karena semua pagoda tidak memperkenakan menggunakan alas kaki dan tidak semua pagoda
memiliki tempat / rak sepatu .
Menginjakan kaki di lantai marmer dicuaca yang panas rasanya seperti minum air es di gurun,
sejuk sekali kaki ini dibuatnya .
saking silaunya karena pantulan warna emas pada pagoda dan warna putih dari lantai marmer
bikin kacamata menjadi barang yang wajib dibawa saat mengunjungi pagoda .
Biksu biksu perempuan menggunakan kain berwarna pink .
Saya sendiri tidak tahu perbedaan warna kain yang dipakai kadang melihat ada yang memakai
warna merah , kadang orange . Mungkin ada yang tahu ?
Sebenarnya saya ingin sekali mengunjungi pagoda ini sore hari menjelang malam, saat matahari
sudah terbenam . Tapi ada daya jam di smartphone saya lupa disetting menjadi automatic
sehingga saya pun tidak sadar bahwa jam di Myanmar 1 jam 30 menit di belakang Bali.
Alhasil saya yang sudah berangkat pukul 5 sore menuju pagoda ini masih aja dapat sinar matahari.
Dibodohi smartphone hahaha … baru sadar ketika kembali ke hostel dan akan berangkat ke
Bus station, kenapa masih jam 5 di hostel ? bukannya tadi berangkat jam 5 juga ? ASTAGAAAA
kecepetan jamnya ternyata .
Selanjutnya kita berpindah ke Mandalay, dari Yangon menggunakan Bus yang kita booking online.
Cerita selanjutnya akan diposting beberapa minggu kedepan. Buat kalian yang mau ke Myanmar
dalam waktu dekat bisa hubungi saya via email karena saya ada beberapa sisa uang Kyat yang
jumlahnya lumayan, sayang sekali ga sempat tukerin waktu itu dan tidak ada money changer yang
terima kyat disini , jadi tolong ya kalau ada yang mau ke Myanmar dan butuh uang kyat bisa hubungi saya.